Kamis, 18 Oktober 2007

MENAKLUKKAN, MENCIPTAKAN, ATAU MENCARI (-CARI) TANTANGAN?

Stacy Allison adalah wanita Amerika pertama yang mencapai puncak Everest, pegunungan Himalaya. Ini terjadi pada tahun 1988. Karena hal ini, namanya tercatat dalam sejarah, paling tidak dalam sejarah Amerika, khususnya hikayat para pendaki gunung. Namun bagi Stacy pribadi, kejadian ini adalah kisah balik yang menentukan siapa dirinya sebenarnya.

Sejak berusia 7 tahun, Stacy sudah belajar mendaki gunung (orang dewasa menyebutnya - bukit) yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Seperti semua anak pada umumnya, ia sangat menginginkan hidup normal, penuh damai dan bahagia di tengah-tengah orang yang dikasihi dan mengasihinya. Tapi ternyata itu hanya mimpi. Ayahnya meninggalkan ibunya ketika Stacy berusia 14 tahun, karena tertarik pada wanita lain.

Rasanya hal ini cukup mempengaruhi persepsi Stacy tentang pria. Berkali-kali ia tertarik pada pria secara jujur dan polos, karena pria itu memiliki kelebihan tertentu, terutama bila itu berkaitan dengan minatnya mendaki gunung. Namun tanpa disadari hidup pernikahannya terjalin dengan seorang pria yang mengaku mencintainya setengah mati namun tega memukulinya secara fisik, mengejek ketidakberdayaannya, dan sekaligus menghancurkan harga dirinya, walaupun pria itu adalah seorang pendaki gunung yang punya pengalaman segudang!

Buat Stacy, menaklukkan Everest adalah perjalanan yang penuh persiapan, bukan hanya secara fisik dan finansial, tetapi mental. Ia tidak peduli apakah kalau berhasil ia akan menjadi wanita Amerika pertama atau tidak. Ia tidak berpikir untuk mengukir namanya di antara nama-nama penting lainnya dalam sejarah. Namun yang ingin dibuktikan ialah, bahwa pendakian itu dapat dilakukan tanpa campur tangan Mark, eks suaminya, yang selama ini selalu membanggakan diri menjadi pembimbing Stacy.

Keberhasilan menaklukkan Everest membuat Stacy melihat hidup ini secara lebih realistis. Buat Stacy, mendaki gunung adalah kesempatan untuk menaklukkan tantangan, yang hadir sekaligus dengan tanggung jawab, tekanan dan harapan. Dalam kata-kata Stacy yang tertuang dalam bukunya Beyond the Limit, ... to look beyond the ordinary and to transcend myself. Di balik apa yang kita kerjakan, lihat dan pandang ke atas, dan kita akan menemukan sesuatu yang baru. Kita akan mengenali siapa diri kita dan kekuatan kita yang sesungguhnya setelah kita menaklukkan puncak-puncak gunung yang semula nampak menakutkan.

Sama seperti Stacy, kita pun dapat mendaki puncak-puncak gunung untuk menemukan siapa diri kita yang sesungguhnya. Mungkin gunung itu tidak hadir secara fisik, (walaupun cukup banyak gunung di pulau Jawa dan Sumatra), tetapi masih banyak gunung-gunung lain yang dapat membantu kita menemukan siapa diri kita dan seberapa jauh kita dapat mengaktualkan potensi kita yang sesungguhnya. Banyak studi yang membuktikan, bahwa kematangan pribadi seseorang justru dibuktikan setelah orang itu berhasil membuktikan kemandiriannya saat mengalahkan berbagai tantangan. Sebaliknya, orang yang dependen (tergantung) adalah orang yang lari bila menghadapi masalah. Dengan kata lain, keberhasilan menjawab tantangan akan menentukan kualitas pribadi kita.

Seperti imbauan Stacy, Lihatlah ke atas, ke luar dari rutinitas, pandanglah, dan ternyata ada gunung yang harus didaki, masih banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menjadi lebih baik. Merasa tidak puas dan ingin berbuat lebih baik lagi adalah kata kuncinya. Ternyata tantangan itu ada di mana-mana, tanpa perlu kita mencari-cari, apalagi menciptakan! Barulah ketika kita berhasil mengerjakan itu semua, kita akan menemukan siapa diri kita yang sebenarnya. Dan yang menyejukkan hati, tidak ada kata terlambat untuk memulai ini semua. Tinggal mau atau tidak!

Tidak ada komentar:

mt.pangrango

mt.pangrango